Makna Lagu Let It Be – The Beatles

makna-lagu-let-it-be-the-beatles

Makna Lagu Let It Be – The Beatles. Pada 17 Oktober 2025, saat Paul McCartney dan Ringo Starr memulai tur perpisahan global “One Last Beat” yang menandai babak akhir era Beatles, sorotan kembali tertuju pada salah satu lagu paling ikonik mereka: “Let It Be”. Tur ini, yang dimulai di stadion-stadion Eropa dengan penampilan emosional di Liverpool, memicu gelombang nostalgia di kalangan penggemar, terutama saat McCartney menyanyikan bait pembuka lagu tersebut di tengah sorak penonton. Dirilis pertama kali sebagai single pada Maret 1970, lagu ini bukan sekadar hits chart-topper yang terjual jutaan kopi, tapi juga pesan abadi tentang penerimaan dan ketenangan di tengah badai kehidupan. Di tahun yang penuh gejolak global ini, dari ketegangan politik hingga krisis pribadi, makna “Let It Be” terasa lebih relevan—sebuah pengingat bahwa jawaban sering datang dari dalam, bukan dari luar. Artikel ini mengupas tiga lapisan makna lagu ini, dari akar pribadinya hingga dampak budayanya, berdasarkan cerita di balik nada piano sederhana yang menyentuh jutaan hati. BERITA VOLI

Inspirasi Pribadi: Mimpi yang Lahir dari Kehilangan: Makna Lagu Let It Be – The Beatles

Lagu “Let It Be” lahir dari momen intim yang penuh emosi, saat Paul McCartney mengalami mimpi yang mengubah segalanya. Pada akhir 1968, di tengah kekacauan internal band yang menuju bubar, McCartney terbangun dari mimpi di mana ibunya, Mary, yang meninggal karena kanker payudara saat Paul berusia 14 tahun, muncul untuk menenangkannya. Dalam mimpi itu, Mary berkata, “It’s going to be OK. Just let it be,” sebuah frasa sederhana yang mencerminkan nasihat bijak dari seorang ibu. McCartney, yang saat itu bergulat dengan tekanan rekaman dan konflik dengan rekan bandnya, langsung duduk di piano dan menuangkan perasaan itu ke dalam melodi lembut yang kini dikenal luas.

Liriknya mencerminkan perjalanan emosional itu: “When I find myself in times of trouble, Mother Mary comes to me,” di mana “Mother Mary” bukan merujuk pada figur religius seperti Bunda Maria dalam tradisi Kristen, melainkan ibu kandungnya sendiri—sebuah kesalahpahaman awal yang justru menambah kedalaman spiritual bagi pendengar. McCartney sendiri mengonfirmasi hal ini bertahun-tahun kemudian, menyebut lagu sebagai bentuk terapi pribadi untuk menghadapi duka dan ketidakpastian. Rekaman awal dilakukan pada Januari 1969 di studio Apple Corps, dengan vokal Paul yang polos dan piano akustik yang menonjol, sebelum disempurnakan dengan kontribusi George Harrison di gitar solo yang menyayat hati. Di 2025, saat tur perpisahan ini, McCartney sering berbagi cerita mimpi itu di panggung, membuat penonton merasakan kedekatan yang sama—sebuah pengingat bahwa lagu ini lahir dari luka nyata, bukan sekadar komposisi komersial.

Interpretasi Spiritual: Penerimaan sebagai Jalan Menuju Damai: Makna Lagu Let It Be – The Beatles

Makna “Let It Be” melampaui cerita pribadi, menyentuh ranah spiritual yang universal, di mana frasa “let it be” menjadi mantra penerimaan terhadap apa yang tak bisa diubah. Banyak pendengar awalnya mengaitkan “Mother Mary” dengan Bunda Maria, simbol harapan dan kasih dalam agama Kristen, yang membuat lagu terasa seperti doa modern di tengah “broken hearted people living in the world in agreement.” McCartney tak pernah membantah interpretasi ini; malah, ia menyebutnya sebagai kebetulan bahagia yang memperkaya pesan lagu. Lirik seperti “There will be an answer, let it be” menggambarkan keyakinan bahwa solusi datang dari kekuatan lebih besar—bisa Tuhan, alam semesta, atau intuisi diri—bukan dari perjuangan sia-sia.

Dalam konteks era 1960-an yang penuh gejolak—dari perang Vietnam hingga gerakan hak sipil—lagu ini jadi anthem ketenangan, mirip bagaimana “Imagine” Lennon jadi seruan perdamaian. Di Jepang, misalnya, frasa itu dikaitkan dengan pepatah “Otentousama wa Miteiru” (Matahari sedang mengawasi), yang menyiratkan bahwa kebaikan akan terungkap pada waktunya, serupa dengan pesan “let it be.” Bahkan di kalangan Katolik, lagu ini dianggap sebagai fiat modern—seperti kata-kata Maria “Let it be done according to your word”—sebuah persetujuan dengan rencana ilahi di saat gelap. Pada 2025, dengan rilis ulang Anthology yang merayakan 30 tahun proyek dokumenter band, lagu ini kembali diputar di playlist meditasi global, membuktikan daya tahannya sebagai alat spiritual untuk menghadapi krisis, dari pandemi sisa hingga ketidakpastian ekonomi.

Relevansi Modern: Lagu yang Tetap Hidup di Era Digital

Di 2025, “Let It Be” bukan relik masa lalu, tapi suara yang bergema di tengah hiruk-pikuk digital, terutama saat biopik Beatles baru menuai kritik karena terlalu komersial, sementara tur perpisahan McCartney dan Starr jadi momen refleksi akhir. Lagu ini sering muncul di thread media sosial sebagai pengingat untuk melepaskan stres—seperti saat pengguna berbagi bagaimana mendengarkannya membantu mengatasi kegelisahan pasca-kekalahan tim favorit di liga sepak bola, atau saat menghadapi perpisahan pribadi. Review ulang album Let It Be tahun ini menyoroti bagaimana lagu ini mencerminkan perpecahan band: direkam di sesi Get Back yang tegang, tapi dirilis pasca-bubar sebagai pesan damai terakhir.

Secara budaya, lagu ini telah di-cover ratusan kali, dari Aretha Franklin hingga artis kontemporer, tapi esensinya tetap: dorongan untuk “whisper words of wisdom” di saat dunia kacau. Di tengah kritik terhadap biopik yang dianggap terlalu “Hollywood”, penggemar justru kembali ke akar lagu ini sebagai obat nostalgia murni. Saat tur “One Last Beat” menyentuh kota-kota Asia dan Amerika, penonton menyanyi bersama, menciptakan harmoni kolektif yang mengingatkan bahwa makna lagu ini adalah tentang melepaskan—bukan melupakan. Di era di mana konten singkat mendominasi, “Let It Be” ajarkan kesabaran, sebuah pelajaran yang relevan bagi generasi Z yang bergulat dengan tekanan mental.

Kesimpulan

“Let It Be” tetap menjadi mercusuar ketenangan di 2025, dari mimpi pribadi McCartney yang lahir dari duka, interpretasi spiritual yang menyatukan umat, hingga relevansinya di tur perpisahan yang penuh emosi. Saat Paul dan Ringo menutup chapter Beatles dengan nada piano ikonik itu, lagu ini ingatkan kita bahwa jawaban sering datang saat kita berhenti memaksa—hanya biarkan saja. Di dunia yang tak pernah tenang, pesan sederhana ini jadi warisan abadi: bukan tentang menyerah, tapi tentang menemukan damai dalam penerimaan. Dengarkan lagi, dan rasakan bagaimana satu lagu bisa ubah perspektif selamanya.

 

BACA SELENGKAPNYA DI..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *